Halaman

Minggu, 07 Oktober 2012

Belajar dari Nasi dan Mie Instan (Kisah Pak Deden)

Anak-anak, kalian mengetahui beras berasal dari tanaman apa?”Pak Deden bertanya di depan kelas V di sela-sela pelajaran matematika. “Tauuu Pak, berasal dari padi”,mereka menjawab serentak. Pak Deden melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, “Kalau mie instan berasal dari apa?” Mereka terdiam  dan saling berpandangan dengan yang lainnya seraya berbisik-bisik mendiskusikan jawaban. 



Salah satu murid menyeletuk “ Mie instan berasal dari indomie Pak!”, serentak semuanya tertawa. “Indomie itu adalah merk dagang atau label dalam kemasan teman-teman, bukan asal mula mie instan”, Pak Deden mencoba menjawab dan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
“Mie instan cara memasaknya bagaimana anak-anak?”
“Diseduh air panas Pak, nanti jadi mie rebus atau digoreng juga bisa, bisa juga dimakan langsung di plastiknya tanpa diseduh dahulu.” Salah satu murid bernama Niswah menjawab secara spontan.
“Kok langsung dimakan!” tanya Pak Deden penasaran, “memang enak yah?”
“Enak Pak, gurih sekali kalau dimakan langsung.”
“Kenyangkah kalian setelah makan mie instan?” tanya Pak Deden.
Serempak mereka mengatakan, “Tidak kenyang Pak!”
“Nah sekarang bapak mau bertanya lagi, kalau beras dimasaknya bagaimana?”
Murid bernama Enung menjawab” beras dicuci lalu dimasukkan dalam dandang kemudian dimasak di atas kayu bakar Pak.”
“Setelah matang beras tersebut jadi apa?” timpa Pak Deden.
“Jadi menreh Pak!”Jawab mereka sambil tertawa, “Masa Bapak tidak tahu sih!”
Sekarang Pak Deden mencoba membandingkan antara nasi dengan mie rebus, “Coba, apa perbedaan nasi dengan mie rebus?Siapa yang mau menjawab?”
“Rasanya bukan Pak?” Ihsan menambahkan.
“Perbedaan dari rasa juga boleh Ihsan.” Pak Deden menambahkan penjelasan pertanyaan yang masih membingungkan mereka, “Perbedaan yang lainnya bila kalian mengetahui juga boleh kalian jawab.”
“Kalau rasa mie rebus, lebih enak dari nasi Pak,  lebih gurih lagi,”Ihsan menjawab langsung.
“Ada yang mempunyai jawaban beda dari Ihsan?”tanya Pak Deden kembali untuk membuat anak-anak  berpikir lebih dalam lagi.
Rama mencoba menjawab “Mie bentuknya panjang seperti rambut keriting tapi kalau nasi bentuknya kecil-kecil pak seperti apa yah....hmmmm, seperti anu pak”.
“Seperti apa ayoo?”
“Seperti anu pak...seperti beras yang direbus pak!” jawab rama sembari tertawa kecil.
“Ada lagi yang mempunyai jawaban berbeda?”
Semua murid langsung diam tak menjawab hanya melihat pak Deden seolah-olah kagum melihat seorang pangeran yang sedang memberi pertanyaan tanpa ada kewajiban untuk menjawabnya. Pak Deden berusaha memberi pertanyaan yang membuat murid-muridnya menerka-nerka dalam hati apa jawaban yang tepat, dan jelas Pak Deden mau mengetahui sejauh mana siswa-siswanya bisa memahami jawaban yang tak mereka dapatkan di buku-buku pelajaran.
“Kok diam!” Pak Deden memecah kesunyian kelas, “Susahkah jawabannya?”
“Begini saja, lebih kenyang mana makan nasi atau makan mie rebus?” Pak Deden memberi pertanyaan yang lebih mudah.
“Lebih kenyang makan nasi pak!” Jawab mereka.
Sambil tersenyum memandangi mereka yang bingung Pak Deden menyeletuk “Naaah itu bisa jawab, mudahkan?”
“Mudah Pak!” timpa mereka sambil tersenyum.
Pak Deden memberi pertanyaan berbeda dari materi yang sedang disampaikannya karena dia melihat beberapa murid yang tak fokus menerima materi, terlihat sibuk sendiri-sendiri. Pertanyaan ini membuat mereka fokus kepada keberadaan Pak Deden.
“Coba tengok nasi yang kalian makan, apakah nasi tersebut langsung tercipta menjadi nasi?tentu tidak. Nasi melalui proses yang sangat panjang dari mulai penanaman bibit sampai dengan berubah untuk bisa dimakan dalam bentuk nasi, daya tahannya pun lama untuk menghilangkan rasa lapar. Coba bandingkan dengan mie instan yang melalui proses yang instan ketika kalian memakannya rasanya memang terasa gurih dan nikmat tetapi daya tahan untuk menghilangkan rasa lapar tidak akan bertahan lama. Gizi keduanya berbeda nasi kaya akan karbohidrat sedangkan mie intans sedikit karbohidrat.”Penjelasan panjang Pak Deden membuat anak-anak berpikir sambil mengangguk-angguk.
“Begitu juga menuntut ilmu, ilmu yang kalian dapatkan sekarang ini tidak bisa secara instan. Coba ingat-ingat kembali ketika kalian kecil apakah kalian dilahirkan tanpa belajar bisa langsung berjalan atau bahkan berlari. Tentunya dimulai dari belajar merangkak, duduk, berdiri, berjalan lalu kalian bisa berlari. Dalam proses tersebut apakah yang selalu berhasil? Pastinya tidak. Jatuh lalu bangkit lagi, jatuh lagi lalu bangkit kembali, itu melalui proses belajar yang panjang. Sekarang ini Kalian telah melawati kelas 1 sampai dengan kelas 4 dan sekarang kalian sedang berada di kelas 5. Untuk itu keberadaan kalian sekarang ini tidak bisa dikatakan instan tetapi melawati proses yang panjang seperti nasi yang kalian makan. Bila proses yang kalian lalui berjalan instan maka hasil yang didapat tidak akan bertahan lama, cepat dapat dan cepat pula menghilang." Pak Deden menambahkan kembali.
“Pelajaran matematika sulit tetapi bila terbiasa dikerjakan berulang-ulang maka akan terasa mudah, dan yang harus kalian lakukan sekarang ini adalah fokus dan pantang menyerah” Kata Pak Deden dengan semangat tinggi.
Lalu Pak Deden bertanya kembali, “Apakah kalian ingin menjadi seperti mie instan yang harganya murah dan hanya memenuhi rasa lapar sementara atau kalian mau menjadi nasi yang harganya mahal serta dapat memenuhi rasa lapar untuk waktu yang lama?”
“Jadi nasi pak! Jadi nasi...!” Mereka menjawab serentak
“Benar kalian mau menjadi seperti nasi?”
“Benar Pak!”
“Baik sekarang kita kembali fokus kepada matematika” kata Pak Deden tersenyum puas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar