Anak-anak, kalian mengetahui beras berasal dari tanaman apa?”Pak Deden
bertanya di depan kelas V di sela-sela pelajaran matematika. “Tauuu Pak,
berasal dari padi”,mereka menjawab serentak. Pak Deden melanjutkan dengan
pertanyaan berikutnya, “Kalau mie instan berasal dari apa?” Mereka
terdiam dan saling berpandangan dengan yang lainnya seraya
berbisik-bisik mendiskusikan jawaban.
Salah satu murid menyeletuk “ Mie
instan berasal dari indomie Pak!”, serentak semuanya tertawa. “Indomie
itu adalah merk dagang atau label dalam kemasan teman-teman, bukan asal
mula mie instan”, Pak Deden mencoba menjawab dan menjelaskan dengan bahasa yang mudah
dimengerti.
“Mie instan cara memasaknya bagaimana anak-anak?”
“Diseduh air panas Pak, nanti jadi mie rebus atau digoreng juga bisa,
bisa juga dimakan langsung di plastiknya tanpa diseduh dahulu.” Salah
satu murid bernama Niswah menjawab secara spontan.
“Kok langsung dimakan!” tanya Pak Deden penasaran, “memang enak yah?”
“Enak Pak, gurih sekali kalau dimakan langsung.”
“Kenyangkah kalian setelah makan mie instan?” tanya Pak Deden.
Serempak mereka mengatakan, “Tidak kenyang Pak!”
“Nah sekarang bapak mau bertanya lagi, kalau beras dimasaknya bagaimana?”
Murid bernama Enung menjawab” beras dicuci lalu dimasukkan dalam dandang kemudian dimasak di atas kayu bakar Pak.”
“Setelah matang beras tersebut jadi apa?” timpa Pak Deden.
“Jadi menreh Pak!”Jawab mereka sambil tertawa, “Masa Bapak tidak tahu sih!”
Sekarang Pak Deden mencoba membandingkan antara nasi dengan mie rebus, “Coba,
apa perbedaan nasi dengan mie rebus?Siapa yang mau menjawab?”
“Rasanya bukan Pak?” Ihsan menambahkan.
“Perbedaan dari rasa juga boleh Ihsan.” Pak Deden menambahkan penjelasan
pertanyaan yang masih membingungkan mereka, “Perbedaan yang lainnya bila
kalian mengetahui juga boleh kalian jawab.”
“Kalau rasa mie rebus, lebih enak dari nasi Pak, lebih gurih lagi,”Ihsan menjawab langsung.
“Ada yang mempunyai jawaban beda dari Ihsan?”tanya Pak Deden kembali untuk membuat anak-anak berpikir lebih dalam lagi.
Rama mencoba menjawab “Mie bentuknya panjang seperti rambut keriting
tapi kalau nasi bentuknya kecil-kecil pak seperti apa yah....hmmmm,
seperti anu pak”.
“Seperti apa ayoo?”
“Seperti anu pak...seperti beras yang direbus pak!” jawab rama sembari tertawa kecil.
“Ada lagi yang mempunyai jawaban berbeda?”
Semua murid langsung diam tak menjawab hanya melihat pak Deden seolah-olah
kagum melihat seorang pangeran yang sedang memberi pertanyaan tanpa ada
kewajiban untuk menjawabnya. Pak Deden berusaha memberi pertanyaan yang
membuat murid-muridnya menerka-nerka dalam hati apa jawaban yang tepat,
dan jelas Pak Deden mau mengetahui sejauh mana siswa-siswanya bisa memahami jawaban yang tak
mereka dapatkan di buku-buku pelajaran.
“Kok diam!” Pak Deden memecah kesunyian kelas, “Susahkah jawabannya?”
“Begini saja, lebih kenyang mana makan nasi atau makan mie rebus?” Pak Deden memberi pertanyaan yang lebih mudah.
“Lebih kenyang makan nasi pak!” Jawab mereka.
Sambil tersenyum memandangi mereka yang bingung Pak Deden menyeletuk “Naaah itu bisa jawab, mudahkan?”
“Mudah Pak!” timpa mereka sambil tersenyum.
Pak Deden memberi pertanyaan berbeda dari materi yang sedang disampaikannya
karena dia melihat beberapa murid yang tak fokus menerima materi,
terlihat sibuk sendiri-sendiri. Pertanyaan ini membuat mereka fokus
kepada keberadaan Pak Deden.
“Coba tengok nasi yang kalian makan, apakah nasi tersebut langsung
tercipta menjadi nasi?tentu tidak. Nasi melalui proses yang sangat
panjang dari mulai penanaman bibit sampai dengan berubah untuk bisa
dimakan dalam bentuk nasi, daya tahannya pun lama untuk menghilangkan
rasa lapar. Coba bandingkan dengan mie instan yang melalui proses yang
instan ketika kalian memakannya rasanya memang terasa gurih dan nikmat
tetapi daya tahan untuk menghilangkan rasa lapar tidak akan bertahan
lama. Gizi keduanya berbeda nasi kaya akan karbohidrat sedangkan mie
intans sedikit karbohidrat.”Penjelasan panjang Pak Deden membuat anak-anak berpikir sambil
mengangguk-angguk.
“Begitu juga menuntut ilmu, ilmu yang kalian dapatkan sekarang ini
tidak bisa secara instan. Coba ingat-ingat kembali ketika kalian kecil
apakah kalian dilahirkan tanpa belajar bisa langsung berjalan atau
bahkan berlari. Tentunya dimulai dari belajar merangkak, duduk,
berdiri, berjalan lalu kalian bisa berlari. Dalam proses tersebut apakah
yang selalu berhasil? Pastinya tidak. Jatuh lalu bangkit lagi, jatuh
lagi lalu bangkit kembali, itu melalui proses belajar yang panjang.
Sekarang ini Kalian telah melawati kelas 1 sampai dengan kelas 4 dan
sekarang kalian sedang berada di kelas 5. Untuk itu keberadaan kalian
sekarang ini tidak bisa dikatakan instan tetapi melawati proses yang
panjang seperti nasi yang kalian makan. Bila proses yang kalian lalui
berjalan instan maka hasil yang didapat tidak akan bertahan lama, cepat
dapat dan cepat pula menghilang." Pak Deden menambahkan kembali.
“Pelajaran matematika sulit tetapi bila terbiasa dikerjakan
berulang-ulang maka akan terasa mudah, dan yang harus kalian lakukan
sekarang ini adalah fokus dan pantang menyerah” Kata Pak Deden dengan semangat
tinggi.
Lalu Pak Deden bertanya kembali, “Apakah kalian ingin menjadi seperti mie
instan yang harganya murah dan hanya memenuhi rasa lapar sementara atau
kalian mau menjadi nasi yang harganya mahal serta dapat memenuhi rasa
lapar untuk waktu yang lama?”
“Jadi nasi pak! Jadi nasi...!” Mereka menjawab serentak
“Benar kalian mau menjadi seperti nasi?”
“Benar Pak!”
“Baik sekarang kita kembali fokus kepada matematika” kata Pak Deden tersenyum puas.